Selasa, 22 April 2025

Satu Angkatan, Seribu Cerita: Halal Bihalal yang Penuh Tawa dan Kenangan

 


Ada yang bilang, waktu bisa memisahkan jarak, tapi tidak dengan kenangan. Dan benar adanya, ketika alumni SMA Negeri 1 Tolitoli angkatan 2005 berkumpul dalam acara halal bihalal, yang hadir bukan hanya wajah-wajah lama, tapi juga kisah-kisah yang kembali hidup, tawa yang kembali pecah, dan rasa rindu yang akhirnya menemukan pelukannya.

Sejak pagi, satu per satu sahabat lama mulai berdatangan. Ada yang datang dari luar kota, ada yang membawa pasangan dan anak-anak, bahkan ada yang sudah beberapa tahun tak pernah muncul di acara apa pun tapi kali ini hadir dengan senyum penuh semangat.

Saling panggil nama panggilan masa sekolah, saling tepuk bahu, dan tak jarang tertawa sambil berkata, “Eh, kamu masih inget aku nggak?” Suasana langsung cair. Tak perlu basa-basi formal, karena memang inilah rumah. Tempat di mana cerita dimulai.

Tak Ada Lagi Sekat, Hanya Persahabatan yang Tetap Melekat

Menariknya, dalam forum halal bihalal ini, tak ada kasta atau kesenjangan. Tak peduli siapa kini yang jadi ASN, pengusaha, ibu rumah tangga, guru, atau pejuang freelance semua duduk sejajar, makan sepiring, bercanda setawa.

Bahkan candaan klasik pun tak hilang. “Eh, ini yang dulu tiap upacara selalu pingsan kan?” atau “Kau ingat dulu kita rebutan kursi belakang waktu ulangan?” menggema di sela-sela obrolan. Beberapa bahkan menghidupkan kembali "drama kelas" yang dulu membuat satu kelas gempar.

Dan entah bagaimana, selalu ada cerita yang tiba-tiba muncul kembali dari ingatan kolektif: “Masih ingat nggak pas kita dihukum keliling lapangan gara-gara telat bareng-bareng?” Satu kalimat itu saja bisa memancing gelak tawa panjang dan membuka pintu bagi puluhan memori lain untuk ikut keluar.

Halal Bihalal: Lebih dari Sekadar Tradisi

Acara ini bukan hanya ajang silaturahmi tahunan, tapi juga ruang terapi batin. Di tengah hiruk pikuk dunia dewasa yang penuh target dan tanggung jawab, halal bihalal alumni ini menjadi oase yang menyegarkan jiwa.

Saling meminta maaf bukan sekadar formalitas, tapi sungguh terasa tulus. Ada yang mendekat, berjabat tangan, dan berkata, “Dulu aku pernah keras sama kamu, maaf ya, bro.” Lalu disambut pelukan hangat. Di situlah letak keindahannya ketika ego runtuh, dan persahabatan kembali tumbuh.

Ambal, Tertawa, dan Kenangan di Atas Daun

Tak lengkap rasanya kalau tidak bicara soal makanan. Sajian khas daerah seperti ambal, kue cucur, barongko, dan kopi hitam pekat menjadi pengikat rasa yang sebenarnya. Makanan-makanan ini tak hanya mengenyangkan, tapi juga menyimpan aroma masa lalu aroma rumah, aroma kampung, dan rasa rindu yang selama ini dipendam diam-diam.

Lesehan di atas tikar, saling suap sambal (secara tidak sengaja), rebutan sendok, hingga akhirnya pasrah makan pakai tangan, semuanya justru menambah kehangatan. Yang penting bukan menunya, tapi siapa yang duduk di sebelah kita dan cerita apa yang ia bawa.

Karena Kita Adalah Cerita yang Masih Terus Ditulis

Foto bersama di akhir acara bukan hanya dokumentasi tapi bukti bahwa persahabatan itu nyata. Senyum lebar, gaya bebas, hingga pose-pose absurd ala masa remaja kembali ditampilkan. Tak ada yang malu, karena memang begitulah kami satu angkatan, satu cerita, satu keluarga.

Acara halal bihalal ini mengingatkan bahwa sejauh apa pun kita melangkah, ada titik pulang bernama persahabatan. Kita adalah angkatan yang dibentuk oleh kenangan, dibesarkan oleh tawa, dan disatukan oleh rasa yang tak pernah pudar.

Sampai jumpa di halal bihalal berikutnya. Jangan lupa, siapkan cerita baru, bawa tawa lama, dan jangan ketinggalan bawa juga ambal-nya!

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketika Pandemi Jadi Momentum: Menyatukan Ilmu, Budaya, dan Spiritualitas Lewat Webinar

  Pandemi COVID-19 datang tanpa aba-aba. Mengubah wajah dunia dalam waktu singkat. Membatasi ruang gerak manusia, membekukan banyak aktivita...