Ada yang
bilang, waktu bisa memisahkan jarak, tapi tidak dengan kenangan. Dan benar
adanya, ketika alumni SMA Negeri 1 Tolitoli angkatan 2005 berkumpul dalam acara
halal bihalal, yang hadir bukan hanya wajah-wajah lama, tapi juga
kisah-kisah yang kembali hidup, tawa yang kembali pecah, dan rasa rindu yang
akhirnya menemukan pelukannya.
Sejak pagi,
satu per satu sahabat lama mulai berdatangan. Ada yang datang dari luar kota,
ada yang membawa pasangan dan anak-anak, bahkan ada yang sudah beberapa tahun
tak pernah muncul di acara apa pun tapi kali ini hadir dengan senyum penuh
semangat.
Saling panggil
nama panggilan masa sekolah, saling tepuk bahu, dan tak jarang tertawa sambil
berkata, “Eh, kamu masih inget aku nggak?” Suasana langsung cair. Tak perlu
basa-basi formal, karena memang inilah rumah. Tempat di mana cerita dimulai.
Tak Ada Lagi Sekat, Hanya
Persahabatan yang Tetap Melekat
Menariknya,
dalam forum halal bihalal ini, tak ada kasta atau kesenjangan. Tak peduli siapa
kini yang jadi ASN, pengusaha, ibu rumah tangga, guru, atau pejuang
freelance semua duduk sejajar, makan sepiring, bercanda setawa.
Bahkan candaan
klasik pun tak hilang. “Eh, ini yang dulu tiap upacara selalu pingsan kan?”
atau “Kau ingat dulu kita rebutan kursi belakang waktu ulangan?” menggema di
sela-sela obrolan. Beberapa bahkan menghidupkan kembali "drama kelas"
yang dulu membuat satu kelas gempar.
Dan entah
bagaimana, selalu ada cerita yang tiba-tiba muncul kembali dari ingatan
kolektif: “Masih ingat nggak pas kita dihukum keliling lapangan gara-gara telat
bareng-bareng?” Satu kalimat itu saja bisa memancing gelak tawa panjang dan
membuka pintu bagi puluhan memori lain untuk ikut keluar.
Halal Bihalal: Lebih dari
Sekadar Tradisi
Acara ini
bukan hanya ajang silaturahmi tahunan, tapi juga ruang terapi batin. Di tengah
hiruk pikuk dunia dewasa yang penuh target dan tanggung jawab, halal bihalal
alumni ini menjadi oase yang menyegarkan jiwa.
Saling meminta
maaf bukan sekadar formalitas, tapi sungguh terasa tulus. Ada yang mendekat,
berjabat tangan, dan berkata, “Dulu aku pernah keras sama kamu, maaf ya, bro.”
Lalu disambut pelukan hangat. Di situlah letak keindahannya ketika ego runtuh,
dan persahabatan kembali tumbuh.
Ambal, Tertawa, dan Kenangan
di Atas Daun
Tak lengkap
rasanya kalau tidak bicara soal makanan. Sajian khas daerah seperti ambal, kue
cucur, barongko, dan kopi hitam pekat menjadi pengikat rasa yang sebenarnya.
Makanan-makanan ini tak hanya mengenyangkan, tapi juga menyimpan aroma masa
lalu aroma rumah, aroma kampung, dan rasa rindu yang selama ini dipendam
diam-diam.
Lesehan di
atas tikar, saling suap sambal (secara tidak sengaja), rebutan sendok, hingga
akhirnya pasrah makan pakai tangan, semuanya justru menambah kehangatan. Yang
penting bukan menunya, tapi siapa yang duduk di sebelah kita dan cerita apa
yang ia bawa.
Karena Kita Adalah Cerita yang
Masih Terus Ditulis
Foto bersama
di akhir acara bukan hanya dokumentasi tapi bukti bahwa persahabatan itu nyata.
Senyum lebar, gaya bebas, hingga pose-pose absurd ala masa remaja kembali
ditampilkan. Tak ada yang malu, karena memang begitulah kami satu angkatan,
satu cerita, satu keluarga.
Acara halal
bihalal ini mengingatkan bahwa sejauh apa pun kita melangkah, ada titik pulang
bernama persahabatan. Kita adalah angkatan yang dibentuk oleh kenangan,
dibesarkan oleh tawa, dan disatukan oleh rasa yang tak pernah pudar.
Sampai jumpa
di halal bihalal berikutnya. Jangan lupa, siapkan cerita baru, bawa tawa lama,
dan jangan ketinggalan bawa juga ambal-nya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar