Minggu, 06 April 2025

Hangatnya Silaturahmi Idulfitri: Pasiar dari Rumah ke Rumah Bersama Alumni SMAN 1 Tolitoli

 


Idulfitri bukan sekadar momentum keagamaan yang dirayakan dengan gema takbir dan sajian khas Lebaran. Lebih dari itu, ia adalah ruang spiritual dan sosial untuk memperbaharui hubungan—baik dengan Sang Pencipta maupun dengan sesama manusia. Di tengah kemeriahan hari kemenangan, ada tradisi yang menyimpan nilai silaturahmi mendalam: pasiar, atau berkunjung dari rumah ke rumah sahabat dan kerabat.

Pasiar menjadi sarana yang sangat bermakna bagi kami, alumni SMAN 1 Tolitoli, untuk kembali terhubung secara emosional dan spiritual. Momen Idulfitri kali ini terasa istimewa karena memberi kesempatan langka untuk berkumpul, menyapa, dan bertukar cerita secara langsung. Banyak dari kami telah lama merindukan pertemuan semacam ini lepas dari sekat layar ponsel dan media sosial.

Tahun ini, kami para alumni lintas Angkatan menjadikan Idulfitri sebagai momentum untuk kembali menyatu. Setelah sekian lama terpisah oleh waktu, pekerjaan, dan tempat tinggal, akhirnya kami bisa duduk bersama, menatap wajah-wajah yang dulu menghiasi hari-hari masa remaja. Sebuah pertemuan yang tak hanya menyenangkan, tapi juga menyentuh batin. Senyum dan tawa mengalir begitu saja, seakan waktu tak pernah benar-benar memisahkan kami.

Pasiar yang kami lakukan bukan sekadar kunjungan seremonial. Ia menjadi jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini, menghidupkan kembali tawa dan canda yang dulu begitu akrab. Di tiap langkah, ada kerinduan yang terobati. Di setiap pertemuan, ada kehangatan yang menyala kembali. Dan di setiap jabat tangan dan pelukan, terselip doa yang tulus agar persahabatan ini tetap abadi.

Merangkai Kembali Kisah yang Lama Terajut

Bertahun-tahun telah berlalu sejak kami menapaki lorong-lorong SMAN 1 Tolitoli, mengenakan seragam putih abu-abu, dan duduk di bangku kayu yang menyimpan sejuta cerita. Kini, kehidupan membawa kami pada jalan yang berbeda: ada yang menjadi guru, perawat, wirausahawan, ASN, pendamping desa, dan orang tua yang setia mendampingi anak-anak tumbuh. Namun di balik semua peran baru itu, ada satu benang merah yang menyatukan: kenangan bersama.

Melalui pasiar, kenangan itu kami rangkai kembali. Setiap rumah yang kami kunjungi seperti membuka bab lama dalam buku kehidupan yang sempat kami tutup karena kesibukan. Cerita-cerita masa lalu yang terkubur dalam memori kini bermunculan kembali, lengkap dengan gelak tawa dan ekspresi bahagia. Tak jarang, air mata haru pun menetes ketika menyadari betapa dalam ikatan yang dulu terjalin, dan betapa rindu itu tak pernah benar-benar hilang.

Setiap percakapan menjadi cermin perjalanan hidup masing-masing. Dari cerita perjuangan menyelesaikan kuliah, membangun keluarga, hingga menghadapi tantangan hidup, semua mengalir dengan penuh empati dan saling pengertian. Kami menyadari bahwa pertemuan ini bukan hanya nostalgia, tetapi juga terapi jiwa yang menyegarkan hati dan pikiran.

Hidangan Lebaran: Simbol Keakraban yang Menguatkan Rasa

Tak lengkap rasanya berbicara tentang Idulfitri tanpa menyebutkan hidangan khas Lebaran. Namun dalam pasiar ini, makanan bukan sekadar sajian perut, tapi juga hidangan hati. Setiap rumah menyuguhkan cita rasa yang berbeda, dari opor ayam, ketupat, rendang, kue kering, hingga es sirup dingin yang menyegarkan. Tapi yang paling lezat dari semuanya adalah sambutan hangat dari tuan rumah dan kenangan yang kami bawa pulang.

Makan bersama dalam suasana kekeluargaan menghadirkan rasa syukur yang tak ternilai. Tawa yang pecah saat menyuap kue lebaran, candaan yang menyelingi obrolan sambil menyeruput kopi, hingga saling berebut cerita tentang masa SMA, semuanya mempererat kebersamaan yang mungkin sudah lama tak kami rasakan. Bahkan, tak sedikit dari kami yang merasa seolah kembali menjadi remaja, dengan hati yang ringan dan riang.

Hidangan juga menjadi cermin keikhlasan. Meski beberapa rumah sederhana, namun yang disuguhkan begitu berlimpah, tidak dalam jumlah, tapi dalam ketulusan. Setiap suapan terasa lebih nikmat karena disajikan dalam suasana yang penuh cinta dan silaturahmi. Kami belajar bahwa makanan paling lezat adalah yang disantap bersama sahabat lama dalam suasana kekeluargaan yang tulus.

Pasiar: Tradisi yang Menjadi Ruang Bertumbuh

Lebaran tahun ini bukan hanya tentang mengenang masa lalu, tapi juga tentang melihat ke masa depan. Kami melihat satu sama lain tumbuh bukan hanya secara usia, tapi juga secara pemikiran, pengalaman, dan kedewasaan. Di antara obrolan ringan, terselip harapan dan cita-cita baru, bahkan potensi kolaborasi antar alumni dalam berbagai bidang.

Tradisi pasiar ternyata bukan hanya memperkuat relasi sosial, tapi juga menjadi ajang saling menginspirasi. Banyak dari kami yang terdorong untuk membangun komunitas alumni yang lebih aktif, berkontribusi dalam kegiatan sosial, atau bahkan merancang program bersama yang bermanfaat untuk masyarakat. Kami sadar bahwa energi yang terbangun dari pertemuan ini jangan sampai terhenti hanya sebagai reuni sesaat.

Pasiar menjadi ruang bertumbuh sebuah forum tak formal yang membuka hati, merangsang gagasan, dan menumbuhkan semangat gotong royong. Kami menemukan kembali semangat masa muda yang dulu pernah menyala di lapangan sekolah, di ruang kelas, di bawah pohon rindang halaman depan, dan kini berpindah ke ruang tamu sederhana teman-teman kami.

Generasi Penerus dan Harapan yang Mengalir


Yang membuat pasiar kali ini semakin istimewa adalah kehadiran anak-anak kami yang turut serta. Mereka bermain bersama di setiap rumah, saling berkenalan tanpa sekat, dan menyaksikan secara langsung bagaimana orang tua mereka menjalin persahabatan dengan tulus dan hangat. Mereka menyerap nilai dari interaksi kami tanpa perlu kami ceramahi.

Anak-anak adalah pewaris tradisi silaturahmi ini. Melalui pasiar, kami tak hanya menyambung kisah lama, tapi juga membentuk jembatan baru yang menghubungkan generasi. Kami berharap, di masa depan, anak-anak ini akan saling mengenal lebih dekat, dan kelak membangun jejaring persahabatan seperti yang kami jalin dahulu.

Dengan kebersamaan lintas generasi, pasiar menjadi ajang pendidikan sosial secara alami. Kami belajar dari satu sama lain, anak-anak belajar dari kami, dan kami pun belajar dari mereka tentang kesederhanaan, spontanitas, dan kebahagiaan yang tak dibuat-buat. Inilah silaturahmi dalam makna yang paling utuh.

Akhir Sebuah Hari, Awal Sebuah Tradisi Baru

Saat senja menjelang dan langkah kaki mulai kembali ke rumah masing-masing, ada rasa haru yang tertinggal. Meskipun pasiar ini telah selesai, namun kehangatan dan semangat yang kami rasakan akan terus menyala dalam hati. Kami pulang bukan hanya membawa oleh-oleh kue kering, tapi juga kenangan yang akan terus kami peluk dalam doa.

Kami sadar bahwa pertemuan seperti ini perlu dijaga dan diwariskan. Ia bukan hanya peristiwa tahunan, tapi tradisi yang hidup karena ada yang merawatnya. Maka kami bersepakat, bahwa pasiar tak berhenti di sini. Ia akan terus hadir, menjadi ruang temu yang bermakna bagi para alumni SMAN 1 Tolitoli di setiap Idulfitri yang akan datang.

Lebaran kali ini bukan sekadar perayaan tahunan. Ia adalah bab penting dalam cerita kami sebagai alumni SMAN 1 Tolitoli. Sebuah catatan tentang hangatnya pertemuan, manisnya persahabatan, dan indahnya silaturahmi yang terus dirawat dalam balutan kebersamaan. Semoga Allah meridhai pertemuan ini, dan menjadikannya bagian dari keberkahan hidup kami.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketika Pandemi Jadi Momentum: Menyatukan Ilmu, Budaya, dan Spiritualitas Lewat Webinar

  Pandemi COVID-19 datang tanpa aba-aba. Mengubah wajah dunia dalam waktu singkat. Membatasi ruang gerak manusia, membekukan banyak aktivita...