Selasa, 25 Maret 2025

Gerakan Mahasiswa di Panggung Nasional: Kiprah, Tantangan, dan Harapan

 


Sejarah selalu mencatat peran mahasiswa dalam berbagai perubahan besar di Indonesia. Dari pergerakan kemerdekaan, reformasi 1998, hingga perjuangan hari ini, mahasiswa selalu menjadi motor utama dalam menyuarakan kepentingan rakyat. Namun, menjadi bagian dari gerakan mahasiswa bukan hanya tentang turun ke jalan dan berorasi di hadapan ribuan massa. Ini adalah perjalanan panjang yang penuh dengan dinamika, tantangan, serta ujian idealisme.

Saya adalah salah satu dari mereka yang memilih untuk tidak hanya menjadi penonton sejarah. Bergabung dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI) adalah keputusan yang mengubah hidup saya. Di dalamnya, saya mengalami berbagai momen yang membentuk cara pandang saya tentang kepemimpinan, perjuangan sosial, dan realitas politik di negeri ini. Saya memimpin aksi demonstrasi, menginisiasi diskusi nasional, hingga berhadapan langsung dengan kekuatan yang berusaha membungkam suara mahasiswa. Semua itu bukan hanya tentang perlawanan, tetapi juga tentang membangun kesadaran politik yang lebih dalam.

Namun, jalan yang kami tempuh tidak selalu mulus. Gerakan mahasiswa di tingkat nasional menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam maupun luar. Fragmentasi di antara elemen gerakan, tekanan politik, hingga perubahan dinamika sosial membuat perjuangan ini semakin kompleks. Di satu sisi, kami berusaha menjaga idealisme, tetapi di sisi lain, kami harusmenghadapi realitas yang sering kali tidak berpihak pada gerakan mahasiswa.

Dalam tulisan ini, saya ingin berbagi pengalaman tentang kiprah mahasiswa di panggung nasional, tantangan yang dihadapi, serta harapan untuk masa depan pergerakan mahasiswa di Indonesia. Saya percaya bahwa peran mahasiswa tidak boleh pudar. Mereka harus terus menjadi garda terdepan dalam menjaga demokrasi dan keadilan sosial di negeri ini.

Kiprah di BEM-SI: Menyatukan Suara Mahasiswa di Tingkat Nasional

BEM-SI bukan sekadar organisasi mahasiswa biasa. Ia adalah representasi dari keberagaman pemikiran, budaya, dan perjuangan mahasiswa di seluruh Indonesia. Dari Sabang hingga Merauke, mahasiswa dengan berbagai latar belakang berkumpul dalam satu wadah, membawa semangat perubahan. Di dalamnya, saya menyaksikan bagaimana mahasiswa dari berbagai daerah memiliki semangat yang sama dalam memperjuangkan keadilan dan demokrasi.

Saya masih ingat bagaimana kami berkumpul di sebuah forum nasional, berdiskusi hingga larut malam, menyatukan berbagai gagasan dari kampus-kampus yang berbeda. Ada mahasiswa yang datang dari kampus besar di Jawa dengan akses informasi yang luas, ada pula mereka yang berasal dari daerah terpencil, membawa suara rakyat kecil yang sering kali terabaikan dalam kebijakan nasional. Inilah kekuatan sejati dari gerakan mahasiswa: kemampuan untuk menyatukan perbedaan dalam satu suara yang kuat.

Di dalam BEM-SI, saya terlibat dalam berbagai aksi nasional yang menyuarakan isu-isu penting seperti korupsi, pendidikan, kesejahteraan rakyat, hingga kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada masyarakat. Salah satu pengalaman paling berkesan adalah ketika kami harus melakukan konsolidasi dengan berbagai kampus untuk menyatukan tuntutan dalam aksi nasional. Ini bukan perkara mudah, karena setiap kampus memiliki karakter dan fokus perjuangannya masing-masing.

Namun, di sinilah letak kekuatan gerakan mahasiswa. Saya melihat sendiri bagaimana diskusi panjang hingga larut malam, negosiasi antara berbagai elemen mahasiswa, serta strategi aksi yang matang menjadi kunci keberhasilan gerakan ini. Perbedaan bukan menjadi penghalang, tetapi justru menjadi kekuatan yang memperkaya gerakan.

Tantangan Gerakan Mahasiswa: Antara Idealisme dan Realitas

Dibalik semangat perlawanan, ada tantangan besar yang selalu mengintai gerakan mahasiswa. Salah satu tantangan terbesar adalah fragmentasi internal. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam BEM-SI, ada berbagai aliran pemikiran, dari yang radikal hingga moderat. Perbedaan ini sering kali menjadi tantangan dalam menyusun strategi bersama.

Selain itu, tekanan dari pihak eksternal juga tidak bisa diabaikan. Ada banyak upaya untuk melemahkan gerakan mahasiswa, baik melalui intervensi politik, kriminalisasi aktivis, hingga upaya pembelahan dengan politik uang. Saya pernah menyaksikan bagaimana beberapa kampus mendapat tekanan dari pihak tertentu setelah menggelar aksi yang dianggap “mengganggu kepentingan.” Ini menjadi ujian bagi mahasiswa: apakah mereka tetap teguh pada perjuangan atau menyerah pada tekanan?

Tantangan lainnya adalah perubahan zaman. Di era digital, pergerakan mahasiswa menghadapi dilema antara tetap menggunakan cara konvensional (demonstrasi fisik) atau beradaptasi dengan strategi baru seperti kampanye digital dan advokasi kebijakan berbasis data.

Apakah gerakan mahasiswa harus meninggalkan aksi jalanan? Ataukah kita perlu mencari keseimbangan antara keduanya?

Harapan untuk Gerakan Mahasiswa: Apa yang Bisa Dilakukan?

Terlepas dari segala tantangan, saya masih percaya bahwa gerakan mahasiswa memiliki peran penting dalam menjaga demokrasi dan keadilan sosial di Indonesia. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar gerakan ini tetap relevan dan efektif.

1.    Kembali ke Basis Intelektual

Gerakan mahasiswa tidak boleh hanya berhenti pada aksi di jalanan. Perlu ada penguatan kajian akademik dan advokasi berbasis data.

2. Membangun Solidaritas dan Jaringan yang Lebih Kuat

  Mahasiswa tidak bisa bergerak sendiri. Diperlukan kerja sama dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk akademisi, jurnalis, dan organisasi masyarakat sipil.

3. Memanfaatkan Teknologi untuk Pergerakan

Gerakan mahasiswa harus mampu memanfaatkan media sosial, data analytics, dan strategi komunikasi modern untuk memperluas dampak perjuangan mereka.

4.    Menjaga Independensi dan Idealisme

Salah satu ancaman terbesar bagi gerakan mahasiswa adalah intervensi dari pihak yang berkepentingan

Di Mana Posisi Kita?

Ketika saya melihat kembali perjalanan saya di BEM-SI, saya menyadari bahwa gerakan mahasiswa adalah bagian dari perjalanan panjang bangsa ini. Mereka telah menjadi ujung tombak dalam berbagai perubahan sosial dan politik, dari melawan korupsi hingga memperjuangkan hak-hak rakyat kecil. Namun, di tengah derasnya perubahan zaman, pertanyaannya adalah: apakah mahasiswa hari ini masih memiliki keberanian untuk berjuang?

Dalam era digital ini, aktivisme mahasiswa tidak lagi hanya tentang turun ke jalan, tetapi juga tentang bagaimana mereka membangun kesadaran publik melalui berbagai platform yang tersedia. Mereka harus mampu menyusun strategi yang lebih cerdas, berbasis data, dan memiliki dampak nyata. Jika mahasiswa kehilangan daya kritis dan hanya menjadi pengikut arus, maka gerakan mahasiswa akan kehilangan makna sejatinya.

Karena itu, saya ingin mengajak kita semua untuk merenung: Di mana posisi kita dalam sejarah? Apakah kita hanya akan menjadi generasi yang diam, atau akan menjadi mereka yang menggerakkan perubahan? Jika kita masih percaya bahwa mahasiswa adalah agen perubahan, maka saatnya kita bergerak.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketika Pandemi Jadi Momentum: Menyatukan Ilmu, Budaya, dan Spiritualitas Lewat Webinar

  Pandemi COVID-19 datang tanpa aba-aba. Mengubah wajah dunia dalam waktu singkat. Membatasi ruang gerak manusia, membekukan banyak aktivita...