Minggu, 09 Maret 2025

Estafet Perjuangan Tak Boleh Terputus: Hamdani Achmad dan Kiprah KB PII Tolitoli


Estafet Perjuangan Tak Boleh Terputus: Hamdani Achmad dan Kiprah KB PII Tolitoli

Setiap organisasi besar bertahan bukan hanya karena jumlah anggotanya, tetapi karena keberhasilannya dalam melakukan regenerasi. Sebuah organisasi yang gagal melahirkan pemimpin-pemimpin baru lambat laun akan kehilangan daya hidupnya dan hanya menjadi kenangan. Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII) Tolitoli adalah salah satu contoh bagaimana regenerasi yang baik dapat menjaga semangat perjuangan tetap menyala, bahkan di tengah perubahan zaman yang semakin dinamis.

Di Tolitoli, KB PII telah menjadi rumah bagi banyak alumni yang dulu menempa diri dalam organisasi ini. Namun, keberadaan KB PII bukan hanya untuk nostalgia atau sekadar reuni tahunan. Lebih dari itu, KB PII adalah panggilan tanggung jawab bagi para alumni untuk terus membina dan mendampingi generasi penerus. Tantangan zaman boleh berubah, tetapi nilai-nilai kepemimpinan, keislaman, dan kebangsaan yang diusung PII harus tetap lestari.

Sejarah mencatat bahwa PII Tolitoli pernah menjadi kawah candradimuka bagi banyak pemimpin yang kini berkiprah di berbagai bidang. Namun, pertanyaannya sekarang: Masihkah semangat itu ada? Masihkah kader-kader PII memiliki tekad kuat untuk meneruskan perjuangan? Jika tidak, siapa yang akan melanjutkan estafet ini?

Di tengah tantangan ini, peran para alumni dan kader senior menjadi sangat penting. Regenerasi bukan hanya tentang mengganti kepemimpinan secara formal, tetapi bagaimana nilai-nilai perjuangan tetap tertanam dalam setiap generasi. Ini bukan sekadar persoalan mempertahankan eksistensi organisasi, tetapi tentang memastikan bahwa PII tetap relevan dan mampu membentuk karakter pemuda Islam yang berintegritas.

Dahulu: Ketika PII Tolitoli Menjadi Tempat Menempa Jiwa Kepemimpinan

Dulu, PII Tolitoli berkembang pesat berkat adanya guru-guru yang peduli terhadap kaderisasi pemuda. Mereka tidak hanya mengajar di kelas, tetapi juga berperan aktif dalam membentuk karakter dan kepemimpinan siswa melalui organisasi. Salah satu contoh menarik adalah bagaimana Leadership Basic Training (LBT) PII dulu menjadi kegiatan yang sangat diminati.

Banyak siswa mengikuti LBT bukan karena ingin menjadi pemimpin sejak awal, tetapi karena dorongan dari guru agama mereka. Ada yang ikut karena takut mendapatkan nilai agama rendah, ada yang sekadar ingin ikut-ikutan teman. Namun, sesuatu yang menarik selalu terjadi setelah mereka mengikuti LBT: mereka pulang dengan semangat baru dan kesadaran akan pentingnya kepemimpinan berbasis nilai Islam.

Di balik keberhasilan kaderisasi tersebut, ada sosok-sosok yang berperan besar dalam menjaga eksistensi dan pengembangannya. Salah satu figur kunci dalam sejarah PII Tolitoli adalah almarhumah Ibu Aiman Yunus, guru agama di SMAN 1 Tolitoli. Dengan ketegasannya, beliau bukan hanya sekadar guru, tetapi juga mentor dan penggerak yang memastikan para siswa mengenal dan aktif dalam PII. Tak hanya beliau, ada pula Drs. Colla Gauk, kepala sekolah yang memiliki visi jauh ke depan dalam memberikan ruang bagi organisasi kepemudaan Islam berkembang di sekolah-sekolah.

Namun, zaman telah berubah. Kini, tantangan yang dihadapi generasi muda berbeda. Jika dahulu mereka berjuang untuk mendapatkan akses pendidikan dan informasi, kini mereka justru dibanjiri oleh informasi yang tidak terkendali. Di tengah derasnya arus media sosial dan globalisasi, bagaimana peran PII dalam membimbing generasi muda agar tetap berada di jalur yang benar?

Kini: Hamdani Achmad dan Misi Besar KB PII Tolitoli

Regenerasi bukan sekadar pergantian nama di struktur kepengurusan. Regenerasi adalah memastikan bahwa nilai-nilai perjuangan tetap hidup di hati generasi penerus.

Di sinilah Hamdani Achmad, S.Pd. berperan. Sebagai Ketua KB PII Tolitoli saat ini, ia membawa pemahaman mendalam tentang pentingnya kaderisasi dan pembinaan generasi muda. Sebagai seorang pendidik, ia tahu bahwa kepemimpinan tidak bisa hanya diajarkan dalam teori, tetapi harus ditanamkan melalui pengalaman dan keteladanan.

Namun, ia juga menyadari bahwa tantangan zaman modern jauh lebih kompleks. Jika dulu tantangan utama adalah minimnya akses informasi, kini tantangan justru datang dari banjir informasi yang tidak terkendali. Generasi muda lebih mudah terpengaruh oleh budaya instan, hedonisme, dan berbagai tren yang sering kali bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan kepemimpinan yang berintegritas.

Apakah kita akan membiarkan generasi ini kehilangan arah?

Tentu tidak!

Di bawah kepemimpinan Hamdani, KB PII Tolitoli semakin aktif merancang program-program yang relevan dengan kebutuhan generasi muda saat ini. Salah satu fokus utamanya adalah menghidupkan kembali Leadership Basic Training (LBT) dengan konsep yang lebih adaptif terhadap tantangan zaman.

LBT bukan sekadar pelatihan kepemimpinan biasa. LBT adalah perjalanan transformatif yang mengubah cara berpikir seseorang. Banyak peserta yang awalnya datang dengan setengah hati, tetapi pulang dengan penuh inspirasi dan kesadaran baru. Mereka mulai memahami arti kepemimpinan, pentingnya berpikir kritis, serta bagaimana nilai-nilai Islam dapat menjadi pegangan dalam setiap aspek kehidupan.

Bayangkan seorang siswa yang awalnya pemalu dan merasa tidak punya potensi. Setelah mengikuti LBT, ia mulai menemukan jati dirinya, mampu berbicara di depan umum, serta memiliki pemahaman yang lebih luas tentang peran mereka di masyarakat. Inilah esensi dari PII: membantu anak muda menemukan potensi terbaik dalam dirinya.

Meneruskan Warisan, Membangun Masa Depan

Warisan perjuangan PII tidak bisa bertahan hanya dengan nostalgia atau semangat sesaat. Dibutuhkan kerja keras, strategi yang matang, serta komitmen kuat dari semua pihak.

Saat ini, tantangan yang dihadapi oleh KB PII Tolitoli semakin kompleks. Menurunnya minat pelajar terhadap organisasi, pengaruh negatif media sosial, serta kurangnya dukungan dari berbagai pihak menjadi hambatan nyata yang harus dihadapi.

Namun, seperti yang selalu diajarkan dalam PII, pemimpin sejati tidak menghindari tantangan, melainkan menghadapinya dengan strategi dan keyakinan.

Di sinilah peran alumni menjadi sangat penting. Jika dahulu kita pernah mendapatkan manfaat dari PII, kini saatnya kita memberikan kembali. Regenerasi tidak bisa terjadi tanpa keterlibatan alumni yang pernah merasakan manfaat dari organisasi ini.

Apakah kita akan membiarkan estafet ini terputus?

Ataukah kita akan ikut ambil bagian dalam perjuangan ini?

Saatnya Bangkit dan Bergerak Bersama!

Bagi mereka yang pernah menjadi bagian dari PII, inilah saatnya kembali ke rumah besar ini. KB PII Tolitoli bukan hanya tentang kepemimpinan Hamdani Achmad semata, tetapi tentang bagaimana kita semua bisa berperan dalam menciptakan kaderisasi yang lebih baik.

Kita semua memiliki peran yang bisa diambil. Ada yang bisa berbagi pengalaman, ada yang bisa menjadi mentor, ada pula yang bisa memberikan dukungan moral dan material. Setiap bentuk kontribusi memiliki nilai yang besar dalam memastikan PII tetap menjadi tempat pembentukan pemimpin-pemimpin masa depan.

Jika Hamdani Achmad dan timnya bisa menggerakkan KB PII dengan penuh semangat, mengapa kita tidak ikut bergerak?

Karena pada akhirnya, PII bukan hanya sebuah organisasi, tetapi warisan perjuangan yang harus terus hidup di setiap generasi.

Mari kita bangkit dan bergerak! Estafet ini tidak boleh terputus!

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketika Pandemi Jadi Momentum: Menyatukan Ilmu, Budaya, dan Spiritualitas Lewat Webinar

  Pandemi COVID-19 datang tanpa aba-aba. Mengubah wajah dunia dalam waktu singkat. Membatasi ruang gerak manusia, membekukan banyak aktivita...