Estafet
Perjuangan Tak Boleh Terputus: Hamdani Achmad dan Kiprah KB PII Tolitoli
Setiap organisasi besar bertahan
bukan hanya karena jumlah anggotanya, tetapi karena keberhasilannya dalam
melakukan regenerasi. Sebuah organisasi yang gagal melahirkan pemimpin-pemimpin
baru lambat laun akan kehilangan daya hidupnya dan hanya menjadi kenangan. Perhimpunan
Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII) Tolitoli adalah salah satu
contoh bagaimana regenerasi yang baik dapat menjaga semangat perjuangan tetap
menyala, bahkan di tengah perubahan zaman yang semakin dinamis.
Di Tolitoli, KB PII telah menjadi
rumah bagi banyak alumni yang dulu menempa diri dalam organisasi ini. Namun,
keberadaan KB PII bukan hanya untuk nostalgia atau sekadar reuni tahunan. Lebih
dari itu, KB PII adalah panggilan tanggung jawab bagi para alumni untuk terus
membina dan mendampingi generasi penerus. Tantangan zaman boleh berubah,
tetapi nilai-nilai kepemimpinan, keislaman, dan kebangsaan yang diusung PII
harus tetap lestari.
Sejarah mencatat bahwa PII Tolitoli
pernah menjadi kawah candradimuka bagi banyak pemimpin yang kini berkiprah di
berbagai bidang. Namun, pertanyaannya sekarang: Masihkah semangat itu ada?
Masihkah kader-kader PII memiliki tekad kuat untuk meneruskan perjuangan?
Jika tidak, siapa yang akan melanjutkan estafet ini?
Di tengah tantangan ini, peran para
alumni dan kader senior menjadi sangat penting. Regenerasi bukan hanya
tentang mengganti kepemimpinan secara formal, tetapi bagaimana nilai-nilai
perjuangan tetap tertanam dalam setiap generasi. Ini bukan sekadar
persoalan mempertahankan eksistensi organisasi, tetapi tentang memastikan bahwa
PII tetap relevan dan mampu membentuk karakter pemuda Islam yang berintegritas.
Dahulu:
Ketika PII Tolitoli Menjadi Tempat Menempa Jiwa Kepemimpinan
Dulu, PII Tolitoli berkembang pesat
berkat adanya guru-guru yang peduli terhadap kaderisasi pemuda. Mereka tidak
hanya mengajar di kelas, tetapi juga berperan aktif dalam membentuk karakter
dan kepemimpinan siswa melalui organisasi. Salah satu contoh menarik adalah
bagaimana Leadership Basic Training (LBT) PII dulu menjadi kegiatan yang
sangat diminati.
Banyak siswa mengikuti LBT bukan
karena ingin menjadi pemimpin sejak awal, tetapi karena dorongan dari guru
agama mereka. Ada yang ikut karena takut mendapatkan nilai agama rendah, ada
yang sekadar ingin ikut-ikutan teman. Namun, sesuatu yang menarik selalu
terjadi setelah mereka mengikuti LBT: mereka pulang dengan semangat baru dan
kesadaran akan pentingnya kepemimpinan berbasis nilai Islam.
Di balik keberhasilan kaderisasi
tersebut, ada sosok-sosok yang berperan besar dalam menjaga eksistensi dan
pengembangannya. Salah satu figur kunci dalam sejarah PII Tolitoli adalah
almarhumah Ibu Aiman Yunus, guru agama di SMAN 1 Tolitoli. Dengan
ketegasannya, beliau bukan hanya sekadar guru, tetapi juga mentor dan penggerak
yang memastikan para siswa mengenal dan aktif dalam PII. Tak hanya beliau, ada
pula Drs. Colla Gauk, kepala sekolah yang memiliki visi jauh ke depan
dalam memberikan ruang bagi organisasi kepemudaan Islam berkembang di
sekolah-sekolah.
Namun, zaman telah berubah. Kini,
tantangan yang dihadapi generasi muda berbeda. Jika dahulu mereka berjuang
untuk mendapatkan akses pendidikan dan informasi, kini mereka justru dibanjiri
oleh informasi yang tidak terkendali. Di tengah derasnya arus media sosial
dan globalisasi, bagaimana peran PII dalam membimbing generasi muda agar tetap
berada di jalur yang benar?
Kini:
Hamdani Achmad dan Misi Besar KB PII Tolitoli
Regenerasi
bukan sekadar pergantian nama di struktur kepengurusan. Regenerasi adalah
memastikan bahwa nilai-nilai perjuangan tetap hidup di hati generasi penerus.
Di sinilah Hamdani Achmad, S.Pd.
berperan. Sebagai Ketua KB PII Tolitoli saat ini, ia membawa pemahaman mendalam
tentang pentingnya kaderisasi dan pembinaan generasi muda. Sebagai seorang
pendidik, ia tahu bahwa kepemimpinan tidak bisa hanya diajarkan dalam teori,
tetapi harus ditanamkan melalui pengalaman dan keteladanan.
Namun, ia juga menyadari bahwa
tantangan zaman modern jauh lebih kompleks. Jika dulu tantangan utama adalah
minimnya akses informasi, kini tantangan justru datang dari banjir informasi
yang tidak terkendali. Generasi muda lebih mudah terpengaruh oleh budaya
instan, hedonisme, dan berbagai tren yang sering kali bertentangan dengan
nilai-nilai Islam dan kepemimpinan yang berintegritas.
Apakah
kita akan membiarkan generasi ini kehilangan arah?
Tentu
tidak!
Di bawah kepemimpinan Hamdani, KB
PII Tolitoli semakin aktif merancang program-program yang relevan dengan
kebutuhan generasi muda saat ini. Salah satu fokus utamanya adalah menghidupkan
kembali Leadership Basic Training (LBT) dengan konsep yang lebih adaptif
terhadap tantangan zaman.
LBT bukan sekadar pelatihan
kepemimpinan biasa. LBT adalah perjalanan transformatif yang mengubah cara
berpikir seseorang. Banyak peserta yang awalnya datang dengan setengah
hati, tetapi pulang dengan penuh inspirasi dan kesadaran baru. Mereka mulai
memahami arti kepemimpinan, pentingnya berpikir kritis, serta bagaimana
nilai-nilai Islam dapat menjadi pegangan dalam setiap aspek kehidupan.
Bayangkan seorang siswa yang
awalnya pemalu dan merasa tidak punya potensi. Setelah mengikuti LBT, ia mulai
menemukan jati dirinya, mampu berbicara di depan umum, serta memiliki pemahaman
yang lebih luas tentang peran mereka di masyarakat. Inilah esensi dari PII:
membantu anak muda menemukan potensi terbaik dalam dirinya.
Meneruskan
Warisan, Membangun Masa Depan
Warisan perjuangan PII tidak bisa
bertahan hanya dengan nostalgia atau semangat sesaat. Dibutuhkan kerja
keras, strategi yang matang, serta komitmen kuat dari semua pihak.
Saat ini, tantangan yang dihadapi
oleh KB PII Tolitoli semakin kompleks. Menurunnya minat pelajar terhadap
organisasi, pengaruh negatif media sosial, serta kurangnya dukungan dari
berbagai pihak menjadi hambatan nyata yang harus dihadapi.
Namun, seperti yang selalu
diajarkan dalam PII, pemimpin sejati tidak menghindari tantangan, melainkan
menghadapinya dengan strategi dan keyakinan.
Di sinilah peran alumni menjadi
sangat penting. Jika dahulu kita pernah mendapatkan manfaat dari PII, kini
saatnya kita memberikan kembali. Regenerasi tidak bisa terjadi tanpa
keterlibatan alumni yang pernah merasakan manfaat dari organisasi ini.
Apakah
kita akan membiarkan estafet ini terputus?
Ataukah
kita akan ikut ambil bagian dalam perjuangan ini?
Saatnya
Bangkit dan Bergerak Bersama!
Bagi mereka yang pernah menjadi
bagian dari PII, inilah saatnya kembali ke rumah besar ini. KB PII Tolitoli
bukan hanya tentang kepemimpinan Hamdani Achmad semata, tetapi tentang
bagaimana kita semua bisa berperan dalam menciptakan kaderisasi yang lebih
baik.
Kita semua memiliki peran yang bisa
diambil. Ada yang bisa berbagi pengalaman, ada yang bisa menjadi mentor, ada
pula yang bisa memberikan dukungan moral dan material. Setiap bentuk
kontribusi memiliki nilai yang besar dalam memastikan PII tetap menjadi tempat
pembentukan pemimpin-pemimpin masa depan.
Jika Hamdani Achmad dan timnya bisa
menggerakkan KB PII dengan penuh semangat, mengapa kita tidak ikut bergerak?
Karena pada akhirnya, PII bukan
hanya sebuah organisasi, tetapi warisan perjuangan yang harus terus hidup di
setiap generasi.
Mari
kita bangkit dan bergerak! Estafet ini tidak boleh terputus!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar